Rabu, 28 Maret 2012

CIQ :)


BAB I
PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG
Dengan perkembangan dunia penerbangan dan mobilitas manusia serta barang yang makin tinggi, maka fungsi bandara (bandara udara) makin bertambah penting. Di daerah-daerah penerbangan perintis, bandara masih sederhana, tetapi di kota-kota besar sudah berkembang menjadi besar dan canggih karena merupakan tempat bertemunya banyak orang dari segala penjuru dunia, dan tempat berkumpulnya banyak orang melakukan kegiatannya masing-masing untuk menunjang operasi penerbangan yang aman dan nyaman.
Untuk itu dalam pengoperasiannya suatu bandana harus menyediakan fasilitas medik untuk
dapat menanggulangi gawat darurat penerbangan, gawat darurat medik, atau gangguan kesehatan lainnya. Lagipula untuk memberi kemudahan pada calon penumpang dan pengunjung, di bandara disediakan kafetaria, restoran, coffee-shop, duty-free shop, kantor pos, bank, money changer dsb. Dan di bandara internasional selalu ada kantor/petugas C.I.Q. (Custom, Immigration,Quarantine). Akibat hal-hal di atas timbul masalah hygiene dan sanitasi di bandara yang harus ditangani sungguh-sungguh, sebab suatu bandara internasional adalah pintu gerbang suatu negara. Masalah hygiene dan sanitasi di bandana berhubungan erat dengan penyebaran penyakit menular dan juga dengan keselamatan penerbangan. Di samping masalah-masalah tersebut di atas, sering melalui bandara seorang pasien ingin berobat ke rumah sakit yang besar di kota lain, bahkan ke luar negeri. Ini menimbulkan masalah, karena tidak semua orang sakit boleh diangkut dengan pesawat udara (pesawat dari airline).
Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini sangat pesat dan semakin maju yang telah mengantarkan Negara Indonesia ke zaman era globalisasi, dimana pada zaman era globalisasi terjadi persaingan-persaingan yang sangat ketat, baik itu persaingan antar Negara maju dan Negara berkembang dan juga terjadi persaingan antar perusahaan di dalam suatu Negara. Pada zaman globalisasi ini, terjadi pula perdagangan bebas di bidang bisnis. Dalam bidang ini sangat membutuhkan transportasi yang dapat menunjang kelancaran dan kemajuan dari suatu perusahaan tersebut.


Transportasi udara mempunyai peranan penting dalam mendukung bisnis perusahaan dan meningkatkan perekonomian suatu Negara. Bagi para penumpang pada penerbangan internasional dalam rangka kegiatan wisata atau perjalanan dari dan ke luar negeri dipastikan melalui proses pemeriksaan petugas Bea & Cukai, Imigrasi dan Karantina yang dikenal dengan sebutan CIQ (Custom, Immigration, Quarantine), yaitu lembaga pemerintahan yang bertugas mengatur, mengawasi dan mengamankan lalu-lintas keluar masuknya manusia, barang-barang dan mahluk hidup lainnya demi tegaknya kewibawaan pemerintah suatu Negara.
Proses pemeriksaan dokumen perjalanan (document clearance) ini wajib dilaksanakan karena merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi Negara yang akan ditinggalkan atau Negara yang akan dikunjungi maupun Negara yang dilalui oleh penumpang bersangkutan. Penerapan peraturan dan ketentuan CIQ antara Negara satu dengan Negara lainnya tentunya tidak sama.
















BAB II
                                       PEMBAHASAN
A.     CUSTOM (BEA CUKAI)
Untuk mengatur mengawasi serta mengamankan keluar masuknya barang impor dan ekspor dilaksanakan oleh petugas Bea Cukai (Ditjen Bea Dan Cukai). Di Bandar udara. Internasional secara umum dikatakan bahwa tugas Dijen. Bea dan Cukai selain melaksanakan pemungutan bea cukai juga mencegah dan pemberantasan penyelundupan serta mengawasi 
masuknya orang asing tanpa izin.
Dalam rangka memberi kemudahan, kelancaran dalam pelayanan proses pemeriksaan Bea dan Cukai di Bandar Udara dibuat suatu sistim pelayanan penumpang dengan memakai “Jalur Hijau” dan “Jalur Merah” sehingga dapat menciptakan rasa senang bagi para penumpang yang melaksanakan proses pemeriksaan.
a.       Jalur Hijau (Green Channels)
Adalah jalur yang disediakan bagi penumpang datang / berangkat yang berdasarkan ketentuan tidak diwajibkan memberitahukan barang bawaannya kepada petugas Bea & Cukai.
b.        Jalur Merah (Red Channels)
Adalah jalur yang disediakan bagi penumpang datang / berangkat yang berdasarkan ketentuan diwajibkan memberitahukan barang bawaannya kepada petugas Bea & Cukai.
c.       Fiskal Luar Negeri Sebagaimana kita ketahui bahwa aturan mengenai Fiskal Luar Negeri sejak 1 Januari 2009 telah mengalami perubahan dimana TIDAK SEMUA orang yang ke luar negeri harus bayar Fiskal Luar Negeri. Berikut adalah tata cara mendapatkan pembebasan Fiskal Luar Negeri sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 1/PJ/2009 Tentang Tata Cara Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 53/PJ/2008 tentang Cara Pembayaran, Pengecualian dan Pengelolaan Administrasi Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri :


v  Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang memiliki NPWP
Wajib Pajak atau penumpang tujuan Luar Negeri menyerahkan fotocopy Kartu NPWP/SKT/SKTS, fotocopy paspor dan boarding pass ke petugas UPFLN.
v   Wajib Pajak lainnya yang dikecualikan
 Dibebaskan secara langsung.
 Dibebaskan melalui penerbitan SK BFLN.
v  Wajib Pajak yang Wajib Bayar Fiskal Luar Negeri, adalah :
 Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki NPWP dan telah beruasia 21 (dua puluh satu) tahun yang akan bertolak ke luar negeri wajib membayar FLN . Termasuk Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud di atas adalah istri atau suami, anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya Wajib Pajak sebagaiman dimaksud di atas dan diakui oleh Wajib Pajak tersebut berdasarkan dokumen pendukung dan hukum yang berlaku.
v   Besarnya Fiskal Luar Negeri (FLN)
 Besarnya FLN yang wajib dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah: Rp. 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap orang setiap kali bertolak ke luar negeri dengan menggunakan pesawat udara Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) untuk setiap orang setiap kali bertolak ke luar negeri dengan menggunakan angkutan laut.
v  Pembayaran Fiskal Luar Negeri (FLN)
Pelunasan FLN harus dilakukan di:
 Bank yang ditunjuk oleh Kantor Wilayah atau Kepala KPP sebagai penerima pembayaran FLN. UPFLN tertentu yang dapat menerima pembayaran jika di bandar udara tempat pemberangkatan ke luar negeri tidak terdapat bank penerima pembayaran.  Tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal.
Pabean (Custom) adalah instansi (jawatan, kantor) yang mengawasi, memungut, dan mengurus bea masuk (impor) dan bea keluar (ekspor), baik melalui darat, laut, maupun melalui udara. Di Indonesia, instansi yang menjalankan tugas-tugas ini adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai unsur pelaksana tugas pokok dan fungsi Departemen Keuangan Republik Indonesia di bidang kepabeanan dan cukai. Kepabeanan sendiri berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta bea masuk dan bea keluar
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVBVRv-H4k32eUlG8RK5ixXU10Np6cuYHE6eS_KCJjPFIPIBfhVTT8EnZYcAQPOdO0Uh9K6GVCjrz0xF7GkhNQrEWk40uIDkKEQcUEw-vmXhEEnCKCbi8SWROHKsON0TIOM_4jkETbGoR6/s320/800px-Bordercontrol.jpg
This image is a work of a United States Department of Homeland Security employee, taken or made during the course of an employee's official duties. As a work of the U.S. federal government, the image is in the public domain (17 U.S.C. § 101 and 105).

Dari defInisi saya menyimpulkan bahwa pabean adalah seperti manajer bea masuk dan bea keluar, contoh seperti gambar-gambar di atas petugas yang sedang bekerja memeriksa bea masuk.
Contoh Kasus :
TANJUNGPINANG - Dari 82 kasus penangkapan dan penyegelan barang tegahan dari sejumlah kapal tangkapan Kantor Pelayanan Bea Cukai (KPBC) Tanjung pinang sejak Januari-September 2008, diduga diendapkan dan proses hukumnya tidak pernah ditindak lanjuti oleh KPBC Tanjungpinang. Hal itu terbukti dengan tidak adanya kasus yang bergulir ke meja hijau Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang. Dan juga, pihak KPBC Tanjungpinang selama tidak pernah transparan dalam melekasanakan proses hukum di lingkunagannyadan tidak pernahnya KPBC Tanjungpinang melakukan ekspos ke media massa sejumlah kasus pabean yang ditangkap dan ditegahnya, sejak Januari-September 2008 lalu itu.
Sementara, dari data penyegelan yang dilakukan kapal patroli Kantor Wilayah Direjen Bea dan Cukai (DJBC) Khusus Kepulauan Riau, yang diperoleh Batamtoday, tercatat, pada bulan Januari KPBC Tanjungpinang menangani 14 kasus pabean yang yang berhasil ditangkap. Dan pada Februari 9 kasus, Maret 4 kasus, April 11 kasus, Mei 11 kasus, Juni 4 kasus, Juli 8 kasus, dan Agustus 16 kasus, ditambah lagi 5 kasus pada bulan September, dengan total seluruhnya 82 kasus.


Perilaku yang dilakoni Kepala Kantor KPBC Tanjungpinang serta Kasi Penindakan dan Pencegahan (P2) Agus Priyanto, saat wartawan berusaha melakukan konfirmasi, sering 'buang badan' dengan menyuruh staf BKD penjaga piket kantornya untuk berbohong, dengan mengatakan, "Kepala kantor tidak ada, keluar, lagi tidak di tempat, serta sejumlah alasan lainnya."
Hal yang sama juga dialami sejumlah wartawan cetak dan elektronik di Tanjungpinang. Ketika sejumlah wartawan berusaha mengkonfrimasi Kepala Kantor dan Kasi P2 KPBC Tanjungpinang dengan mendatangi ke kantornya, Selasa (11/11), keduanya terkesan buang badan. Bahkan, staf BKD-nya juga berusaha membohongi wartawan dengan mengatakan, "Orang kantor tidak ada ditempat, masih rapat."
Kasi P2 KPBC Tanjungpinang Agus Priyanto, yang sebelumnya sudah membuat janji dengan wartawan, saat dikonfrimasi melalauai phonselnya mengaku tidak mengetahui kalau waratawan ada di kantornya. Padahal, sebelum mendatangi kantornya, beberapap wartawan telah mengirimkan konfrimasi lewat short massage service (SMS) tentang keberadaan sejulah wartawan di kantronya. Karena kecewa dengan prilaku dan tabiat pegawai KPBC Tanjungpinang, akhirnya sejumlah wartawan membubarkan diri.
Kepala KPBC Tanjungpinang melalui Kasi P2-nya Agus Priyanto, saat dimintai tanggapannya soal pihaknya yang tidak transparan dan terkesan buang badan, dan bahkan tertutup kepada pers terkait proses hukum terhadap kapal tangkapan dan barang yang ditegah, Agus buru-buru menolak. Agus mengatakan hal tersebut hanya merupakan miskomunikasi. Karena, menurutnya, kepala kantor serta dirinya telah menyediakan waktu dengan menunggu kedatangan sejumlah wartawan untuk konfirmasi.
"Ini hanya salah paham. Sebenarnya semalam itu kita dengan kepala kantor sudah menunggu di atas. Tetapi kita tunggu-tunggu tidak ada yang datang," ujarnya. Terkait dengan 82 kasus pabean yang berhasil ditegah KPBC Tanjungpinang, Agus membenarkan, dan hingga saat ini seluruh tangkapan dan tegahannya tersebut dilaporkan ke DJBC Karimun serta Jakarta.
"Dari seluruh kasus itu, kita tindaklanjuti dan terus laporkan. Sebagian ada yang diselesaikan dengan membayar pajak pabeaan dan sebagaian lagi ada yang dalam proses penyelidiakan tindak pidana," jelasnya. Dari 82 kasus pabeaan yang ditangani KPBC Tanjungpinang itu, tambah Agus, 4 diaantaranya merupakan tindak pidana pabean yang sampai saat ini sedang dalam penyelidikan. Sedangkan sisanya diselesaikan dengan denda dan
pembayaran pajak pabean.
Menurut saya bila KPBC Tanjung Pinang transparan tentang 82 tersebut dari pertama tidak akan terjadi miskomunikasi, tidak terlihat seperti meyembunyikan sesuatu dari masyarakat. Seharusnya mereka transparan agar masyarakat yakin akan pekerjaan KPBC dan tahu bahwa hukum berlaku buat siapa saja.

  1. KASUS PENYELUNDUPAN IKAN HIU
    DALAM KAPAL LAUT BERBENDERA TAIWAN
 Kapal Motor Penangkap Ikan “MV. Lian Yi Sen” berbendera Indonesia dan Taiwan yang dinahkodai Liem Cien Cu berkebangsaan Taiwan, pada Oktober 1990 diberangkatkan dari Taiwan menuju Bitung. Diperairan bebas sebelah timur Philipina, MV. Lian Yi Sen berhasil menangkap ikan hiu seberat 7-8 ton.
 Hasil tangkapan tersebut dilaporkan Liem pada PT. Dewi Fortuna Griya Indah Cab. Bitung sebagai perusahaan pencarter. Selanjutnya PT. Dewi Fortuna melaporkan rencana kedatangan “MV. Lian Yi Sen” di Pelabuhan Bitung, tanggal 7 Februari 1991, “MV. Lian Yi Sen” yang dinakhodai Liem berlabuh di Bitung. Kepada petugas Bea dan Cukai setempat, Liem menyerahkan “Pemberitahuan Umum” yang diisinya dengan bantuan petugas, tetapi ia tidak melaporkan perihal ikan Hiu hasil tangkapannya diluar wilayah perairan Indonesia, karena tidak mengetahui kewjiban ini. Malangnya, petugas Bea Cukai, pemeriksa kapal yang datang dari luar negeri, menemukan ikan hiu tersebut. Meskipun nakhoda Liem Cien Cu berpendirian ia tidak bermaksud melanggar peraturan, ia tetap diproses yang berwajib untuk mempertanggungjawabkan kesalahan yang didakwakan padanya, yakni memasukkan barang kedalam daerah Pabean Indonesia tanpa mengindahkan Ordonansi Bea.
 Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung Negeri Bitung mendakwa Nakhoda Liem dengan dakwaan berlapis:
- Dakwaan Primair: pasal 25 l.b. Rechten Ordonansi. Stbl. 1931 No. 471 dan Reglemen yang menjadi lampirannya jo. Undang-undang No. 7/Drt/1955 jo Undang-undang No. 8/Drt/1958 jo Undang-undang No. 21/Prp/1959.
- Dakwaan Subsidair: pasal 26.b. Rechten Ordonansi. Stbl. 1931 No. 471 dan Reglemen yang menjadi lampirannya jo. Undang-undang No. 7/Drt/1955 jo Undang-undang No. 8/Drt/1958 jo Undang-undang No. 21/Prp/1959.
- Dakwaan Lebih Subsidair: pasal 25 l.b. Rechten Ordonansi, Stbl. 1931 No. 471.

Jaksa dalam Requisitoirnya menuntut agar terdakwa oleh Pengadilan Negeri dinyatakan bersalah melakukan delicy “Memasukkan barang kedalam daerah pabean Indonesia tanpa mengindahkan ketentuan Ordonansi Bea ex pasal 26.b. Ordonansi Bea Stbl. 1931/ 471 ……….dst, sebagimana dalam Dakwaan Subsidair.
- Terdakwa hendaknya dijatuhi pidana penjara 4 tahun dan denda Rp. 10 juta/subs. 6 bulan kurungan, dikurangi selama tahanan sementara.
- Barang bukti berupa: kapal-ikan hiu-Dokumen dinyatakan dirampas untuk Negara.
  1. Aktivitas Pabean di Bandara Internasional Cengkareng
Bagi para penumpang pada penerbangan internasional dalam rangka kegiatan wisata atau perjalanan dari dan ke luar negeri dipastikan melalui proses pemeriksaan petugas Bea & Cukai, Imigrasi dan Karantina yang dikenal dengan sebutan CIQ (Custom, Immigration, Quarantine), yaitu lembaga pemerintahan yang bertugas mengatur, mengawasi dan mengamankan lalu-lintas keluar masuknya manusia, barang-barang dan mahluk hidup lainnya demi tegaknya kewibawaan pemerintah suatu Negara.
Proses pemeriksaan dokumen perjalanan (document clearance) ini wajib dilaksanakan karena merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi Negara yang akan ditinggalkan atau Negara yang akan dikunjungi maupun Negara yang dilalui oleh penumpang bersangkutan.
Dokumen perjalanan tersebut antara lain:
• Paspor (dokumen perjalanan resmi yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah suatu negara)
• Visa (ijin memasuki wlayah negara lain)
• Exit / Reentry Permit (ijin meninggalkan / kembali lagi)
• Surat Keterangan Sehat (health certificate)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLOQDkHO48HsMxM2YUbbtRM0oIvPtUdQnjsEUtglL4qKdqFlhDI2nGgUlXpj02WZ-OU6JpbV6_nujQH4OvDrMUq7MwasFUkG2MaV4H3StdZlj6BJGii8738Q1NzYSrCTgnU0BX8jOdSRof/s320/2655151562_4e768a70b31.jpgPenerapan peraturan dan ketentuan CIQ antara Negara satu dengan Negara lainnya tentunya tidak sama.







B.  IMMIGRATION ( Imigrasi)
Istilah imigrasi berasal dari bahasa Latin migratio yang berarti perpindahan orang dari suatu tempat atau negara menuju ke tempat atau negara lain (M. Iman Santoso, 2004). Ada istilah emigratio yang memiliki arti berbeda, yaitu perpindahan penduduk dari suatu wilayah atau negara ke luar menuju wilayah atau negara lain. Sebaliknya istilah immigratio dalam bahasa Latin mempunyai arti perpindahan penduduk dari suatu negara untuk masuk ke dalam negara lain. Pada hakekatnya emigrasi dan imigrasi itu menyangkut hal yang sama yaitu perpindahan penduduk antarnegara, tetapi yang berbeda adalah cara memandangnya. Ketika seseorang pindah kenegara lain, peristiwa ini dipandang sebagai peristiwa emigrasi, namun bagi negara yang didatangi orang tersebut sebagai peristiwa imigrasi.
Konferensi internasional tentang emigrasi dan imigrasi, tahun 1924 di Roma memberikan definisi imigrasi sebagai suatu: “Human mobility to enter a country with its purpose to make a living or for residence.” (Gerak pindah manusia memasuki suatu negeri dengan niat untuk mencari nafkah dan menetap disana).
Ketika muncul konsep negara dan kedaulatan atas suatu wilayah tertentu, maka, dalam melakukan perlintasan antarnegara, digunakan paspor yang secara harfiah berarti melewati (pintu masuk) pelabuhan. Paspor adalah pas atau izin melewati pelabuhan atau pintu masuk, yang berasal dari kata to pass yaitu melewati, dan port yaitu pelabuhan atau pintu masuk. Paspor ini biasanya memuat identitas kewarganegaraan pemegangnya. Oleh karena itu negara yang mengeluarkan berkewajiban memberi perlindungan hukum dimana pun kepada pemegang berada. Selain itu di dalam paspor dicantumkan kepada semua pihak yang berkepentingan untuk mengizinkan pemegang paspor berlalu secara leluasa, memberi bantuan, dan perlindungan kepadanya di dalam melintasi batas suatu negara.
Kemudian di dalam rangka menyeleksi orang asing yang ingin masuk dan melakukan perjalanan ke negara lain, dibutuhkan visa. Istilah visa berasal dari kata Latin visum yang artinya laporan atau keterangan telah diperiksa. Kemudian, istilah visa dipergunakan sebagai istilah teknis di bidang keimigrasian yang artinya adalah cap atau tanda yang diterakan pada paspor, yang menunjukkan telah diperiksa dan disetujui oleh pejabat negara tujuan, di luar negeri, untuk memasuki negara asal pejabat negara asing itu. Pemeriksaan paspor dan visa yang tercantum di dalamnya merupakan bagian dari proses keimigrasian pada saat kedatangan orang asing di suatu negara. Dalam pernyatan sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia disebutkan bahwa Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam lingkungan batas-batas tiap negara dan setiap orang berhak meninggalkan suatu negeri, termasuk negerinya sendiri dan berhak kembali kenegerinya sendiri.
Keimigrasian menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (selanjutnya disebut UU No. 9/1992) adalah hal-ihwal lalu lintas orang yang masuk dan keluar wilayah Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Indonesia.
Dengan menggunakan pendekatan gramatikal (tata bahasa) dan pendekatan semantik (ilmu tentang arti kata) definisi keimigrasian dapat dijabarkan sebagai berikut:
- Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata hal diartikan sebagai keadaan, peristiwa, kejadian (sesuatu yang terjadi). Sementara ihwal diartikan sebagai perihal. Dengan demikian, hal-ihwal diartikan sebagai berbagai keadaan, peristiwa, atau kejadian.
- Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata lalu-lintas diartikan sebagai hubungan antara suatu tempat dengan tempat lain, hilir mudik, bolak-balik.
Dengan demikian, menurut UU No. 9/92 terdapat dua unsur pengaturan yang penting, yaitu:
a. Pengaturan tentang berbagai hal mengenai lalu lintas orang keluar, masuk, dan tinggal dari dan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.
b. Pengaturan tentang berbagai hal mengenai pengawasan orang asing di wilayah Republik Indonesia.
Mengacu pada konsepsi wawasan nusantara yang antara lain menyatakan bahwa batas teritorial negara Indonesia merupakan satu kesatuan geografis baik itu berupa daratan, lautan, dan udara. Berdasarkan batas-batas teritorial negara Republik Indonesia yang diakui secara internasional maka timbal yurisdiksi hukum Indonesia atas setiap orang, benda, dan perbuatan yang berada dan terjadi dibawah dan di atas wilayah Indonesia. Operasionalisasi konsep wawasan nusantara dikaitkan dengan batas-batas teritorial ini sesuai dengan prinsip umum hukum internasional yang dikemukakan oleh Lord Macmillan yang menyatakan: “Adalah satu ciri pokok dari kedaulatan dalam batas-batas ini, sepeti semua negara merdeka yang berdaulat, bahwa negara harus memiliki yurisdiksi terhadap orang,benda,dan perbuatan dalam batas-batas teritorialnya dan dalam semua perkara perdata dan pidana yang timbal di dalam perbuatan batas-batas teritorial ini.”
Demikian pula dari sudut pandang keimigrasian bahwa dalam lingkup batas-batas teritorial, keimigrasian berfungsi untuk meminimalisasikan dampak negatif dan mendorong dampak positif dari yurisdiksi sementara (transient jurisdiction) yang timbal akibat keberadaan orang asing yang bersifat sementara itu selama berada dalam wilayah Indonesia. Peran keimigrasian seketika muncul saat orang asing melintasi batas wilayah Indonesia. Oleh karena itu fungsi keimigrasian dapat berada di darat,laut,dan udara wilayah Indonesia. Ada tempat-tempat tertentu yang ditetapkan sebagai pintu masuk atau keluar (entry point/border crossing).
Pada tempat-tempat itu dilakukan clearance yang secara universal dilaksanakan oleh Immigration (imigrasi) juga disertai fungsi-fungsi lainnya seperti Custom (Bea dan Cukai) dan Quarrantine (karantina), yang bekerja secara bersama-sama dalam suatu perlintasan. Imigrasi untuk clearance perlintasan manusia, Bea Cukai untuk clearance perlintasan kesehatan manusia,hewan,dan tumbuhan. Fungsi-fungsi ini secara internasional dikenal sebagai CIQ (Custom, Imigration, Quarrantine) dan merupakan fungsi-fungsi pokok di wilayah lintas batas territorial. Di samping juga melihat adanya fungís kepolisian dan militer yang keadaan normal bekerja sebagai fungsi supporting system. Kepolisian untuk menjaga keamanan dan ketertiban, sedangkan militer fungsi pertahanan. Contoh dalam pemeriksaan kapal yang berlabuh pada perairan pedalaman Indonesia sebelum menaikkan dan menurunkan orang atau barang harus terlebih dulu menaikkan bendera “N” yang berarti mempersilahkan petugas imigrasi mengadakan clearance. Tanpa clearance dari imigrasi, maka setiap orang yang Turun dari kapal dianggap secara tidak sah memasuki wilayah Indonesia dan atas tindakan itu diancam pidana. Apabila clearance telah selesai selanjutnya diikuti clearance oleh Custom dan Quarrantine. Dalam pandangan teknis imigratoir, immigration clearance diartikan sebagai penyelesaian pendaratan pada saat perlintasan di entry point (dengan pengertian pendaratan masuk atau pendaratan keluar).
Ada suatu pandangan yang salah yang beranggapan bahwa fungsi keimigrasian hanya dilakukan di pelabuhan udara atau pelabuhan laut saja. Hal ini disebabkan kita terbiasa melihat petugas imigrasi hanya bertugas pada kedua tempat itu saja. Pengertian batas teritorial negara dari sudut pandang keimigrasian, secara geografis dapat dibagi dalam pengertian:
Batas garis wilayah teritorial “luar”, yaitu batas teritorial negara yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan merupakan batas-batas garis wilayah negara Indonesia yang telah ditetapkan dan diakui secara internasional sebagai batas teritorial “luar” berdasarkan: (1) UU No.4/Prp/1960 tentang Perairan Indonesia; (2) UU No.7/1973 tentang Landas Kontinen; (3) UU RI No.6 thn.1973 tanggal 8 Desember 1973 tentang batas antara Indonesia dengan Papua New Guniea; (4) Keppres No.89 thn.1969 tanggal 5 November 1969 tentang Batas antara Indonesia dengan Malaysia. Dalam ruang lingkup ini fungsi keimigrasian pada dasarnya mempunyai tugas untuk mengamati,mengatur,dan menjaga seluruh pelintasan manusia baik masuk maupun keluar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Contoh pelintasan perbatasan darat di Entikong, Kalimantan Barat atau perlintasan laut di Kepulauan Natuna-Riau, secara fisik kedua tempat tersebut berada pada garis batas teritorial negara.
Batas garis wilayah teritorial “dalam”, yang dimaksud di sini adalah batas-batas yang terdapat di dalam area pelabuhan laut atau udara internasional yang memisahkan wilayah internasional dengan wilayah nasional. Contoh: Pada pelabuhan udara internasional seperti Bandara Sukarno Hatta-Jakarta atau Bandara Juanda-Surabaya,atau pelabuhan Tanjung Priok-Jakarta terdapat batas yang secara fisik berbentuk sebuah garis kuning (a yellow line) atau dikenal sebagai immigration line yang terdapat di depan arrival atau departure immigration counter. Di belakang garis kuning itu sampai pada pintu pesawat dapat diartikan sebagai wilayah internasional (international area atau sterile area) dan dalam pesawat/kapal laut berlaku hukum negara di mana pesawat itu terdaftar.
Dalam perspektif keimigrasian setiap orang dianggap telah melewati garis wilayah perbatasan teritorial ketika telah melewati pemeriksaan keimigrasian untuk memproses pendaratan bagi setiap pelintasan baik masuk maupun keluar. Pelabuhan udara atau laut secara fisik kedua titik tersebut berada di dalam garis wilayah batas teritorial suatu negara dan merupakan bagian dari wilayah darat atau wilayah perairan pedalaman yang sepenuhnya bagian dari yurisdiksi negara. Namun berdasarkan konvensi internasional disepakati bahwa di dalam suatu pelabuhan udara atau laut internasional terdapat wilayah internasional yang berfungsi sebagai sterile area, hanya orang yang telah melewati immigration clearance yang dapat masuk atau keluar melintasi garis kuning (immigration line).

  1. UNDANG-UNDANG IMIGRASI DI INDONESIA

    UNDANG-UNDANG KEIMIGRASIAN
    BAB I
    KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau ke luar wilayah Negara Republik Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia.

2. Wilayah Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat wilayah Indonesia adalah seluruh wilayah Negara Republik Indonesia yang meliputi darat, laut, dan udara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Surat Perjalanan adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari suatu negara yang memuat identitas pemegangnya dan berlaku untuk melakukan perjalanan antar negara.
4. Tempat Pemeriksaan Imigrasi adalah pelabuhan, bandar udara, atau tempat-tempat lain yang ditetapkan oleh Menteri sebagai tempat masuk atau ke luar wilayah Indonesia.
5. Menteri adalah Menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang keimigrasian.
6. Orang Asing adalah bukan Warga Negara Republik Indonesia.
7. Visa untuk Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Visa adalah izin tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang pada Perwakilan Republik Indonesia atau di tempat lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia yang memuat persetujuan bagi orang asing untuk masuk dan melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia.
8. Izin Masuk adalah izin yang diteriakan pada Visa atau Surat Perjalanan orang asing untuk memasuki wilayah Indonesia yang diberikan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
9. Izin Masuk Kembali adalah izin yang diterakan pada Surat Perjalanan orang asing yang mempunyai izin tinggal di Indonesia untuk masuk kembali ke wilayah Indonesia.
10. Tanda Bertolak adalah tanda tertentu yang diterakan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi dalam Surat Perjalanan setiap orang yang akan meninggalkan wilayah Indonesia.
11. Alat Angkut adalah kapal laut, pesawat udara, atau sarana transportasi lainnya yang lazim dipergunakan untuk mengangkut orang.
12. Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang-orang tertentu untuk ke luar dari wilayah Indonesia berdasakan alasan tertentu.
13. Penangkalan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang-orang tertentu untuk masuk ke wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu.
14. Tindakan Keimigrasian adalah tindakan administrasi dalam bidang keimigrasian di luar proses peradilan.
15. Karantina Imigrasi adalah tempat penampungan sementara bagi orang asing yang dikenakan proses pengusiran atau deportasi atau tindakan keimigrasian lainnya.
16. Pengusiran atau deportasi adalah tindakan mengeluarkan orang asing dari wilayah Indonesia karena keberadaannya tidak dikehendaki.

Pasal 2
Setiap Warga Negara Indonesia berhak melakukan perjalanan ke luar atau masuk wilayah Indonesia.

UNDANG-UNDANG KEIMIGRASIAN
BAB II
MASUK DAN KE LUAR WILAYAH INDONESIA

Pasal 3
Setiap orang yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia wajib memiliki Surat Perjalanan.

Pasal 4
(1) Setiap orang dapat ke luar wilayah Indonesia setelah mendapat Tanda Bertolak.
(2) Setiap orang asing dapat masuk ke wilayah Indonesia setelah mendapat Izin Masuk.

Pasal 5
(1) Setiap orang yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia wajib melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
(2) Tempat Pemeriksaan Imigrasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 6
(1) Setiap orang asing yang masuk wilayah Indonesia wajib memiliki Visa.
(2) Visa diberikan kepada orang asing yang maksud dan tujuan kedatangannya di Indonesia bermanfaat serta tidak akan menimbulkan gangguan terhadap ketertiban dan keamanan nasional.

Pasal 7
(1) Dikecualikan dari kewajiban memiliki Visa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) adalah:

a. orang asing warga negara dari negara yang berdasarkan Keputusan Presiden tidak diwajibkan memiliki Visa;
b. orang asing yang memiliki Izin Masuk Kembali;
c. kapten atau nakhoda dan awak yang bertugas pada alat angkut yang berlabuh di pelabuhan atau mendarat di bandar udara di wilayah Indonesia;
d. penumpang transit di pelabuhan atau bandar udara di wilayah Indonesia sepanjang tidak ke luar dari tempat transit yang berada di daerah Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, persyaratan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan Visa diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 8
Pejabat Imigrasi di Tempat Pemerikasaan Imigrasi dapat menolak atau tidak memberi izin kepada orang asing untuk masuk ke wilayah Indonesia apabila orang asing tersebut:
a. tidak memiliki Surat Perjalanan yang sah;
b. tidak memiliki Visa kecuali yang tidak berkewajiban memiliki Visa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a;
c. menderita gangguan jiwa atau penyakit menular yang membahayakan kesehatan umum;
d. tidak memiliki Izin Masuk Kembali atau tidak mempunyai izin untuk masuk ke negara lain;
e. ternyata telah memberi keterangan yang tidak benar dalam memperoleh Surat Perjalanan dan/atau Visa.
Pasal 9
Penanggung jawab alat angkut yang datang atau akan berangkat ke luar wilayah Indonesia diwajibkan untuk:
a. memberitahukan kedatangan atau rencana keberangkatan;
b. menyampaikan daftar penumpang dan daftar awak alat angkut yang ditandatangani kepada Pejabat Imigrasi;
c. mengibarkan bendera isyarat bagi kapal laut yang datang dari luar wilayah Indonesia dengan membawa penumpang;
d. melarang setiap orang naik atau turun dari alat angkut tanpa izin Pejabat Imigrasi selama dilakukan pemerikasaan keimigrasian;
e. membawa kembali ke luar wilayah Indonesia setiap orang asing yang datang dengan alat angkutnya yang tidak mendapat Izin Masuk dari Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.

Pasal 10
Pejabat Imigrasi yang bertugas di Tempat Pemeriksaan Imigrasi berwenang naik ke alat angkut yang berlabuh di pelabuhan dan mendarat di bandar udara untuk kepentingan pemeriksaan keimigrasian.

UNDANG-UNDANG KEIMIGRASIAN
BAB III
PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN

Bagian Pertama
Pencegahan
Pasal 11
(1) Wewenang dan tanggung jawab pencegahan dilakukan oleh :
a. Menteri, sepanjang menyangkut urusan yang bersifat keimigrasian;
b. Menteri Keuangan, sepanjang menyangkut urusan piutang negara;
c. Jaksa Agung, sepanjang menyangkut pelaksanaan ketentuan Pasal 32 huruf g Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia;
d. Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, sepanjang menyangkut pemeliharaan dan penegakan keamanan dan pertahanan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988.
(2) Pelaksanaan atas keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk olehnya.

Pasal 12
(1) Pencegahan ditetapkan dengan keputusan tertulis.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat sekurang-kurangnya :
a. identitas orang yang terkena pencegahan;
b. alasan pencegahan; dan
c. jangka waktu pencegahan.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan dengan surat tercatat kepada orang atau orang-orang yang terkena pencegahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal penetapan.

Pasal 13
(1) Keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a dan b berlaku untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjang untuk paling banyak 2 (dua) kali masing-masing tidak lebih dari 6 (enam) bulan.
(2) Keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c berlaku untuk jangka waktu sesuai dengan keputusan Jaksa Agung.
(3) Keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf d berlaku untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, dan setiap kali dapat diperpanjang untuk paling lama 6 (enam) bulan dengan ketentuan seluruh masa perpanjangan pencegahan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
(4) Apabila tidak ada keputusan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) pencegahan tersebut berakhir demi hukum.

Pasal 14
Berdasarkan keputusan pencegahan dari pejabat-pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi wajib menolak orang-orang tertentu ke luar wilayah Indonesia.

Bagian Kedua
Penangkalan
Pasal 15
(1) Wewenang dan tanggung jawab penangkalan terhadap orang asing dilakukan oleh:
a. Menteri, sepanjang menyangkut urusan yang bersifat keimigrasian;
b. Jaksa Agung, sepanjang menyangkut pelaksanaan ketentuan Pasal 32 huruf g Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia;
c. Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, sepanjang menyangkut pemeliharaan dan penegakan keamanan dan pertahanan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988.
(2) Pelaksanaan atas keputusan penangkalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk olehnya.
Pasal 16
(1) Wewenang dan tanggung jawab penangkalan terhadap Warga Negara Indonesia dilakukan oleh sebuah Tim yang dipimpin oleh Menteri dan anggotanya terdiri dari unsur-unsur :
a. Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;
b. Kejaksaan Agung Republik Indonesia;
c. Departemen Luar Negeri;
d. Departemen Dalam Negeri;
e. Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional; dan
f. Badan Koordinasi Intelijen Negara.
(2) Pelaksanaan atas keputusan penangkalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk olehnya.

Pasal 17
Penagkalan terhadap orang asing dilakukan karena ;
a. diketahui atau diduga terlibat dengan kegiatan sindikat kejahatan internasional;
b. pada saat berada di negaranya sendiri atau di negara lain bersikap bermusuhan terhadap Pemerintah Indonesia atau melakukan perbuatan yang mencemarkan nama baik bangsa dan Negara Indonesia;
c. diduga melakukan perbuatan yang bertentangan dengan keamanan dan ketertiban umum, kesusilaan, agama dan adat kebiasaan masyarakat Indonesia;
d. atas permintaan suatu negara, orang asing yang berusaha menghindarkan diri dari ancaman dan pelaksanaan hukuman di negara tersebut karena melakukan kejahatan yang juga diancam pidana menurut hukum yang berlaku di Indonesia;
e. pernah diusir atau dideportasi dari wilayah Indonesia; dan
f. alasan-alasan lain yang berkaitan dengan keimigrasian yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 18
Warga Negara Indonesia hanya dapat dikenakan penangkalan dalam hal :
a. telah lama meninggalkan Indonesia atau tinggal menetap atau telah menjadi penduduk suatu negara lain dan melakukan tindakan atau bersikap bermusuhan terhadap Negara atau Pemerintah Republik Indonesia;
b. apabila masuk wilayah Indonesia dapat mengganggu jalannya pembangunan, menimbulkan perpecahan bangsa, atau dapat mengganggu stabilitas nasional; atau
c. apabila masuk wilayah Indonesia dapat mengancam keselamatan diri atau keluarganya.

Pasal 19
(1) Penangkalan ditetapkan dengan keputusan tertulis.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat sekurang-kurangnya :
a. identitas orang yang terkena penangkalan;
b. alasan penangkalan; dan
c. jangka waktu penangkalan.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikirimkan kepada perwakilan-perwakilan Republik Indonesia.

Pasal 20
(1) Keputusan penangkalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a dan c, berlaku untuyk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dan setiap kali dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama atau kurang dari waktu tersebut.
(2) Keputusan penangkalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b, berlaku untuk jangka waktu sesuai dengan keputusan Jaksa Agung.
(3) Apabila tidak ada keputusan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penangkalan tersebut berakhir demi hukum.
Pasal 21
(1) Keputusan penangkalan terhadap Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 berlaku untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan dan setiap kali dapat diperpanjang untuk paling lama 6 (enam) bulan dengan ketentuan seluruh masa perpanjangan penangkalan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
(2) Apabila tidak ada keputusan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penangkalan tersebut berakhir demi hukum.

Pasal 22
Berdasarkan keputusan penangkalan dari pejabat-pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 16 ayat (1), Pejabat Imigrasi di tempat Pemeriksaan Imigrasi wajib menolak orang-orang tertentu termasuk wilayah Indonesia.

Pasal 23
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan penangkalan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
UNDANG-UNDANG KEIMIGRASIAN
BAB IV
KEBERADAAN ORANG ASING DI WILAYAH INDONESIA

Pasal 24
(1) Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia wajib memiliki izin keimigrasian.
(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri atas :
a. Izin Singgah;
b. Izin Kunjungan;
c. Izin Tinggal Terbatas;
d. Izin Tinggal Tetap.

Pasal 25
(1) Izin Singgah diberikan kepada orang asing yang memerlukan singgah di wilayah Indonesia untuk meneruskan perjalanan ke negara lain.
(2) Izin Kunjungan diberikan kepada orang asing berkunjung ke wilayah Indonesia untuk waktu yang singkat dalam rangka tugas pemerintahan, pariwisata, kegiatan sosial budaya atau usaha.
(3) Izin Tinggal Terbatas diberikan kepada orang asing untuk tinggal di wilayah Indonesia dalam jangka waktu yang terbatas.
(4) Izin Tinggal Tetap diberikan kepada orang asing untuk tinggal menetap di wilayah Indonesia.

Pasal 26
(1) Ketentuan Pasal 8 berlaku pula terhadap permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.
(2) Izin Tinggal Tetap tidak diberikan kepada orang asing yang memperoleh izin untuk masuk ke wilayah Indonesia yang tidak memiliki paspor kebangsaan negara tertentu.

Pasal 27
Pemegang Izin Tinggal Terbatas atau Izin Tinggal Tetap yang akan melakukan perjalanan ke luar wilayah Indonesia dan bermaksud untuk kembali, dapat diberikan izin Masuk Kembali.

Pasal 28
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara permohonan, pemberian atau penolakan izin keimigrasian serta hal-hal lain yang berkenaan dengan keberadaan orang asing di wilayah Indonesia diatur dengan Peraturan Pemerintah.

UNDANG-UNDANG KEIMIGRASIAN
BAB V
SURAT PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA

Pasal 29
(1) Surat Perjalanan Republik Indonesia terdiri atas :
a. Paspor Biasa;
b. Paspor Diplomatik;
c. Paspor Dinas;
d. Paspor Haji;
e. Paspor untuk Orang Asing;
f. Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk Warga Negara Indonesia;
g. Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk Orang Asing;
h. Surat Perjalanan Laksana Paspor Dinas.
(2) Surat Perjalanan Republik Indonesia adalah dokumen negara.
Pasal 30
(1) Paspor Biasa diberikan kepada Warga Negara Indonesia yang akan melakukan perjalanan ke luar wilayah Indonesia.
(2) Paspor biasa diberikan jiga kepada Warga Negara Indonesia yang bertempat tinggal di luar negeri.
(3) Dalam keadaan khusus apabila Paspor Biasa tidak dapat diberikan, sebagai penggantinya dikeluarkan Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk Warga Negara Indonesia.

Pasal 31
Paspor Diplomatik diberikan kepada Warga Negara Indonesia yang akan melakukan perjalanan ke luar wilayah Indonesia dalam rangka penempatan atau perjalanan untuk tugas yang bersifat diplomatik.

Pasal 32
(1) Paspor Dinas diberikan kepada Warga Negara Indonesia yang akan melakukan perjalanan ke luar wilayah Indonesia dalam rangka penempatan atau perjalanan dinas yang bukan bersifat diplomatik.
(2) Dalam keadaan khusus apabila Paspor Dinas tidak dapat diberikan sebagai penggantinya dikeluarkan Surat Perjalanan Laksana Paspor Dinas.

Pasal 33
Paspor Haji diberikan kepada Warga Negara Indonesia yang akan melakukan perjalanan ke luar wilayah Indonesia dalam rangka menunaikan ibadah haji.

Pasal 34
(1) Paspor untuk Orang Asing dapat diberikan kepada orang asing, yang pada saat berlakunya Undang-undang ini telah memiliki Izin Tinggal Tetap, akan melakukan perjalanan ke luar wilayah Indonesia dan tetap mempunyai Surat Perjalanan serta dalam waktu yang dianggap layak tidak dapat memperoleh dari negaranya atau negara lain.
(2) Paspor untuk Orang Asing tidak berlaku lagi pada saat pemegangnya memperoleh Surat Perjalanan dari negara lain.

Pasal 35
(1) Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk Orang Asing dapat diberikan kepada orang asing yang tidak mempunyai Surat Perjalanan yang sah dan :
a. atas kehendak sendiri ke luar dari wilayah Indonesia, sepanjang orang asing yang bersangkutan tidak terkena pencegahan;
b. dikenakan tindakan pengusiran atau deportasi; atau
c. dalam keadaan tertentu yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, diberi izin untuk masuk ke wilayah Indonesia.
(2) Surat Perjalanan Laksana Paspor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya diberikan untuk satu kali perjalanan.

Pasal 36
Anak-anak yang berumur di bawah 16 (enam belas) tahun dapat diikutsertakan dalam Surat Perjalanan orang tuanya.

Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut mengenai surat dan tata cara permohonan, pemberian atau pencabutan serta hal-hal lain yang berkenaan dengan Surat Perjalanan Republik Indonesia diatur dengan Peraturan Pemerintah.

UNDANG-UNDANG KEIMIGRASIAN
BAB VI
PENGAWASAN ORANG ASING DAN TINDAKAN KEIMIGRASIAN

Pasal 38
(1) Pengawasan terhadap orang asing di Indonesia meliputi :
a. masuk dan keluarnya orang asing ke dan dari wilayah Indonesia;
b. keberadaan serta kegiatan orang asing di wilayah Indonesia.
(2) untuk kelancaran dan ketertiban pengawasan, Pemerintah menyelenggarakan pendaftaran orang asing yang berada di wilayah Indonesia.

Pasal 39
Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia wajib :
a. memberikan segala keterangan yang diperlukan mengenai identitas diri dan atau keluarganya, perubahan status sipil dan kewarganegaraannya serta perubahan alamatnya;
b. memperlihatkan Surat Perjalanan atau dokumen keimigrasian yang dimilikinya pada waktu diperlukan dalam rangka pengawasan;
c. mendaftarkan diri jika berada di Indonesia lebih dari 90 (sembilan puluh) hari.

Pasal 40
Pengawasan orang asing dilaksanakan dalam bentuk dan cara :
a. pengumpulan dan pengolahan data orang asing yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia;
b. pendaftaran orang asing yang berada di wilayah Indonesia;
c. pemantauan, pengumpulan, dan pengolahan bahan keterangan dan informasi mengenai kegiatan orang asing;

d. penyusunan daftar nama-nama orang asing yang tidak dikehendaki masuk atau ke luar wilayah Indonesia; dan
e. kegiatan lainnya.

Pasal 41
Pelaksanaan pengawasan terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dilakukan Menteri dengan koordinasi bersama Badan atau Instansi Pemerintah yang terkait.

Pasal 42
(1) Tindakan keimigrasian dilakukan terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya atau patut diduga akan berbahaya bagi keamanan dan ketertiban umum, atau tidak menghormati atau mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Tindakan keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa :
a. pembatasan, perubahan atau pembatalan izin keberadaan;
b. larangan untuk berada di suatu atau beberapa tempat tertentu di wilayah Indonesia;
c. keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di wilayah Indonesia;
d. pengusiran atau deportasi dari wilayah Indonesia atau penolakan masuk ke wilayah Indonesia.

Pasal 43
(1) Keputusan mengenai tindakan keimigrasian harus disertai dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1).
(2) Setiap orang asing yang dikenakan tindakan keimigrasian dapat mengajukan keberatan kepada Menteri.
Pasal 44
(1) Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dapat ditempatkan di Karantina Imigrasi :
a. apabila berada di wilayah Indonesia tanpa memiliki izin keimigrasian yang sah; atau
b. dalam rangka menunggu proses pengusiran atau deportasi ke luar wilayah Indonesia.
(2) Karena alasan tertentu orang asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat ditempatkan di tempat lain.

Pasal 45
(1) Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia melampaui waktu tidak lebih dari 60 (enam puluh) hari dari izin keimigrasian yang diberikan, dikenakan biaya beban.
(2) Penanggung jawab alat angkut yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dikenakan biaya beban.
(3) Penetapan biaya beban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatur oleh Menteri dengan persetujuan Menteri Keuangan.

Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan orang asing dan tindakan keimigrasian diatur dengan Peraturan Pemerintah.

UNDANG-UNDANG KEIMIGRASIAN
BAB VII
PENYIDIKAN

Pasal 47
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan keimigrasian.
(2) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang :
a. menerima laporan tentang adanya tindak pidana keimigrasian;
b. memanggil, memeriksa, menggeledah, menangkap, menahan seorang yang disangka melakukan tindak pidana keimigrasian;
c. memeriksa dan/atau menyita surat-surat, dokumen-dokumen, Surat Perjalanan, atau benda-benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana keimigrasian;
d. memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi;
e. melakukan pemeriksaan di tempat-tempat tertentu yang diduga terdapat surat-surat, dokumen-dokumen, Surat Perjalanan, atau benda-benda lain yang ada hubungannya dengan tindak pidana keimigrasian;
f. mengambil sidik jari dan memotret tersangka.
(3) Kewenangan Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

UNDANG-UNDANG KEIMIGRASIAN
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 48
Setiap orang yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia tanpa melalui pemerikasaan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah).

Pasal 49
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) :
a. orang asing yang dengan sengaja membuat palsu atau memalsukan Visa atau izin keimigrasian; atau
b. orang asing yang dengan sengaja menggunakan Visa atau izin keimigrasian palsu atau yang dipalsukan untuk masuk atau berada di wilayah Indonesia.

Pasal 50
Orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud pemberian izin keimigrasian yang diberikan kepadanya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 51
Orang asing yang tidak melakukan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 atau tidak membayar biaya beban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
Pasal 52
Orang asing yang izin keimigrasiannya habis berlaku dan masih berada dalam wilayah Indonesia melampaui 60 (enam puluh) hari dari batas waktu izin yang diberikan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak RP. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).

Pasal 53
Orang asing yang berada di wilayah Indonesia secara tidak sah atau yang pernah diusir atau dideportasi dan berada kembali di wilayah Indonesia secara tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah).
Pasal 54
Setiap orang yang dengan sengaja menyembunyikan, melindungi, memberi pemondokan, memberi penghidupan atau pekerjaan kepada orang asing yang diketahui atau patut diduga :
a. pernah diusir atau dideportasi dan berada kembali di wilayah Indonesia secara tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah);
b. berada di wilayah Indonesia secara tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah);
c. izin keimigrasiannya habis berlaku, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).

Pasal 55
Setiap orang yang dengan sengaja :
a. menggunakan Surat Perjalanan Republik Indonesia sedangkan ia mengetahui atau sepatutnya menduga bahwa Surat Perjalanan itu palsu atau dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah);
b. menggunakan Surat Perjalanan orang lain atau Surat Perjalanan Republik Indonesia yang sudah dicabut atau dinyatakan batal, atau menyerahkan kepada orang lain Surat Perjalanan Republik Indonesia yang diberikan kepadanya, dengan maksud digunakan secara tidak berhak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah);
c. memberikan data yang tidak sah atau keterangan yang tidak benar untuk memperoleh Surat Perjalanan Republik Indonesia bagi dirinya sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah); atau d. memiliki atau menggunakan secara melawan hukum 2 (dua) atau lebih Surat Perjalanan Republik Indonesia yang semuanya berlaku, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).

Pasal 56
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) :
a. setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mencetak, mempunyai, menyimpan blanko Surat Perjalanan Republik Indonesia atau blanko dokumen keimigrasian; atau
b. setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum membuat, mempunyai atau menyimpan cap yang dipergunakan untuk mensahkan Surat Perjalanan Republik Indonesia atau dokumen keimigrasian.

Pasal 57
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain merusak, menghilangkan atau mengubah baik sebagian maupun seluruhnya keterangan atau cap yang terdapat dalam Surat Perjalanan Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 58
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain mempunyai, menyimpan, mengubah atau menggunakan data keimigrasian baik secara manual maupun elektronik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.

Pasal 59
Pejabat yang dengan sengaja dan melawan hukum memberikan atau memperpanjang berlakunya Surat Perjalanan Republik Indonesia atau dokumen keimigrasian kepada seseorang yang diketahuinya tidak berhak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.

Pasal 60
Setiap orang yang memberi kesempatan menginap kepada orang asing dan tidak melaporkan kepada Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pemerintah Daerah setempat yang berwenang dalam waktu 24 (dua puluh empat) jam sejak kedatangan orang asing tersebut, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).

Pasal 61
Orang asing yang sudah mempunyai izin tinggal yang tidak melapor kepada kantor Kepolisian Negara Republik Indonesia di tempat tinggal atau tempat kediamannya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diperolehnya izin tinggal, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).

Pasal 62
Tindak pidana sebagaimana tersebut dalam Pasal 48, 49, 50, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58 dan Pasal 59 Undang-undang ini adalah kejahatan.
Tindak pidana sebagaimana tersebut dalam Pasal 51, 60, dan Pasal 61 Undang-undang ini adalah pelanggaran.

UNDANG-UNDANG KEIMIGRASIAN
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 63
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini :
a. Izin menetap yang telah diberikan berdasarkan Undang-undang Nomor 9 DRT. Tahun 1955 tentang Kependudukan Orang Asing (Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 463); dinyatakan tetap berlaku untuk paling lama 3 (tiga) tahun.

b. Perizinan keimigrasian lainnya yang telah diberikan dan masih berlaku, dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktunya habis.
c. Surat Perjalanan Republik Indonesia yang telah dikeluarkan, dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktunya habis.

Pasal 64
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya di bidang keimigrasian dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.

UNDANG-UNDANG KEIMIGRASIAN
BAB X
KETENTUAN LAIN

Pasal 65
Ketentuan keimigrasian bagi lalu lintas orang di daerah perbatasan dapat diatur tersendiri dengan perjanjian Lintas Batas antara Pemerintah Negara Republik Indonesia dan pemerintah negara tetangga yang memiliki perbatasan yang sama, dengan memperhatikan ketentuan Undang-undang ini.

Pasal 66
Ketentuan yang berlaku bagi orang asing yang datang dan berada di wilayah Indonesia dalam rangka tugas diplomatik dan dinas diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


UNDANG-UNDANG KEIMIGRASIAN
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 67
a. Toelatingsbesluit (Staatsblad 1916 Nomor 47) sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Staatsblad 1949 Nomor 330 serta Toelatingsordonnantie ( Staatsblad 1949 Nomor 331);
b. Undang-undang Nomor 42 Drt. Tahun 1950 tentang Bea Imigrasi (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 77);
c. Undang-undang Nomor 9 Drt. Tahun 1953 tentang Pengawasan Orang Asing (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 463);
d. Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Imigrasi (Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 807);
e. Undang-undang Nomor 9 Drt. Tahun 1955 tentang Kependudukan Orang Asing (Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 812); dan
f. Undang-undang Nomor 14 Drt. Tahun 1959 tentang Surat Perjalanan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1799);
dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 68
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan Penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
MOERDIONO














C.      QUARANTINE (KARANTINA) 
Karantina adalah Pembatasan aktivitas yang ditujukan terhadap orang atau binatang yang telah kontak dengan orang/binatang yang menderita penyakit menular pada masa penularan. Tujuannya adalah untuk mencegah penularan penyakit pada masa inkubasi jika penyakit tersebut benar-benar diduga akan terjadi. Karantina juga tempat untuk menahan ternak impor yg baru datang dr luar negeri, guna mencegah penyebaran penyakit menular.
Menurut undang-undang No.16 tahun 1992 dalam pasal 5 menyebutkan persyaratan karantina adalah :
a)    dilengkapi sertifikat kesehatan dari negara asal dan negara transit bagi hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, ikan, tumbuhan dan bagian-bagian tumbuhan, kecuali media pembawa yang tergolong benda lain;
b)    melalui tempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan;
c)    dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat-tempat pemasukan untuk keperluan tindakan karantina.
a. MACAM-MACAM KARANTINA
1. Karantina untuk manusia
Karantina ini bertujuan untuk melindungi bangsa Indonesia dari penyakit yang belum ada (sudah ada) di Indonesia. Jika suatu penyakit sudah ada di Indonesia, pemerintah harus berusaha mengurangi penyebabnya. Namun, jika penyakit tersebut belum ada, pemerintah harus berusaha mencegah penyakit tersebut agar tidak masuk ke wilayah Indonesia.
2. Karantina untuk hewan
Tugas pokok karantina hewan adalah melakukan tindakan pencegahan terhadap masuk dan tersebarnya penyakit hewan ke dalam wilayah Republik Indonesia berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku serta mencegah pemusnahan hewan-hewan yang dilindungi oleh pemerintah.
3. Karantina untuk tumbuh-tumbuhan
Tumbuhan adalah segala jenis sumber daya alam nabati dalam keadaan hidup atau mati, baik belum diolah maupun sudah diolah. Orgasme pengganggu tumbuhan karantina (optk) adalah semua orgasme pengganggu tumbuhan yang ditetapkan pemerintah untuk di cegah masuk dan tersebarnya ke dalam wilayah RI.
Instansi karantina tumbuhan adalah upaya atau kegiatan yang dilakukan petugas karantina tumbuhan dalam rangka mencegah masuk serta tersebarnya optk dari luar negeri dan dari satu daerah kedaerah lain di dalam negeri atau keluarnya dari wilayah RI berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.

b. TUGAS KARANTINA
Tugas Karantina yaitu untuk mengatur, mengawasi dan mengamankan segala sesuatu yang menyangkut masalah kesehatan masyarakat, hewan dan tumbuh-tumbuhan serta dampaknya terhadap lingkungan di suatu Negara bersangkutan, sehingga dapat mencegah dan menghindari adanya penyakit menular yang dibawa oleh penumpang datang/ berangkat ke luar negeri maupun terhadap hewan ternak serta flora dan fauna yang dilindungi. Proses pemerikasaan Karantina di bandar udara dilaksanakan oleh petugas Karantina dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) suatu lembaga dibawah Departemen Kesehatan.
Setiap orang yang ingin melakukan kegiatan penerbangan dengan membawa hewan peliharaan ataupun tumbuhan maka petugas karantina wajib memeriksa nya terlebih dahulu dan memastikan bahwa hewan atau tumbuhan tersebut tidak terinfeksi dari virus penyakit yang berbahaya. Tidak hanya hewan atau tumbuhan yang berasal dari barang bawaan penumpang, ekspor ataupun impor yang bertujuan untuk kegiatan perdaganganpun harus tetap dikarantina karena saat ini banyak masalah yang timbul akibat lalulintas masuk dan keluarnya hewan dan tumbuhan kesuatu negara. Contoh penyakit berbahaya yang ditularkan oleh hewan kepada manusia adalah sapi gila , antrhax, flu burung , flu babi dan sebagainya.
Belum lama ini di Indonesia sedang marak mewabah nya kasus flu babi, virus yang bearasal dari Meksiko dan Amerika serikat ini telah memakan banyak korban dan ratusan penderita nya. Virus H5N1 ini dapat menular melalui udara maka penanggulan di bandar udara pun diperketat. Bandar udara memasang detector di pintu kedatangan Internasional untuk memeriksa setiap penumpang pesawat yang datang dari luar negri. Dan juga penggunaan masker bagi seluruh pekerja di bandar udara untuk meminimalisasikan penyebaran virus tersebut.

KETERKAITAN ANTARA CIQ DENGAN TRAFEL
CIQ memiliki keterkaitan dengan travel, keterkaitan itu dapat dilhat saat kita ingin melakukan suatu perjalanan wisata atau biasa disebut travel, kita akan menghadapi pelayanan CIQ yang pertama yaitu custom. Saat custom atau kepabeanan ini dilakukan barang-barang yang kita bawa akan diperiksa petugas beacukai tersebut untuk memastikan tidak terdapat barang-barang illegal atau barang yang dilarang masuk ke Negara yang kita kunjungi. Sebagai contoh pelayanan kepabeanan di Singapore melarang wisatawan yang akan berkunjung untuk membawa parfum/rokok satu bungkus karena akan dikenakan denda yang sangat besar dan sanksi hukum yang tegas.
Setelah barang-barang kita dinyatakan bersih dari barang-barang terlarang oleh petugas beacukai kita akan diperiksa oleh petugas immigration mengenai kelengkapan travel dokumen dan masa berlakunya, seperti : paspor, visa dan health certificate. Kemudian kita akan melakukan proses yang terakhir yaitu Quarantine. Yaitu prose pemeriksaan kesehatan oleh petugas karantina bandara. Proses ini bertujuan untuk mencegah pemasukan virus-virus seperti penyakit flu burung, flu babi, SARS, dan lain-lainnya. Tidak hanya dilakukan kepada orang yang memasuki suatu kawasan atau negara, pada binatang-binatang yang masuk sebagai binatang kiriman juga dilakukan proses Quarantine ini.
Kasus Pemalsuan Paspor Belum ada Perkembangan. Jajaran Sat Reskrim Polresta Dumai, masih terus melakukan penyidikan terhadap jaringan pemalsuan persyaratan pembuatan paspor. Walaupun kasus ini sudah terhitung cukup lama, namun aparat penegak hukum itu mengaku masih terus melakukan tugasnya sebagai penyidik.
Kapolresta Dumai AKBP Drs. Muharrom Riyadi melalui Kasat Reskrim AKP Imran Amir SIK, Rabu (10/6) mengatakan, sampai saat ini pihaknya masih terus melakukan penyidikan terhadap kasus yang sudah hampir dua bulan bergulir itu. ‘’Kita tetap konsisten dengan penyidikan tersebut, namun jika kenyataannya memakan waktu yang cukup lama, jangan pula menyalahkan pihak penyidik, karena apa yang seharusnya dilakukan sudah kita lakukan,’’ kata Kasat Reskrim, Rabu (10/6).



















BAB III
PENUTUP

A.     KESIMPULAN
Jadi kesimpulannya C.I.Q adalah kesatuan dalam proses orang ke luar negeri dan masuk negeri yang harus dilewati penumpang penerbangan di setiap bandara, maka dari itu penumpang harus menyiapkan dengan dokumen perjalanan yang lengkap dan tidak palsu, membawa barang yang tidak ilegal, dan menjaga kesehatan agar tidak menularkan penyakit.